Semakin
jauh sebuah generasi dengan zaman Rasulullah r,
semakin buruk kondisi mereka. Contohnya, sebagian pemuda muslim
berpakaian dengan pakaian yang tidak bisa dibedakan antara orang
Islam dan kafir, ditambah gaya rambut paling mutakhir, bahkan dihiasi
dengan perhiasan seperti kalung dan cincin terbuat dari emas. Di
samping itu, ada yang mengenakan cincin tunangan meniru tunangan gaya
orang kafir, sebagaimana tidak dimungkiri adanya orang yang memakai
cincin untuk tolak bala dan semisalnya. Marilah sejenak kita membahas
hal-hal berkaitan dengan cincin menurut perspektif Islam, supaya kita
tidak jatuh pada kesalahan, sedangkan kita tidak menyadarinya.
HUKUM
MEMAKAI CINCIN
Para
wanita tidak dilarang memakai cincin dari jenis apa pun baik dari
emas, perak, atau selain keduanya. Bahkan jika dimaksudkan untuk
berhias buat suaminya, maka itu dianjurkan di dalam Islam.
Adapun
bagi kaum laki-laki, para ulama berbeda pendapat tentang hukum
memakai cincin bagi mereka.1
Pendapat
pertama mengatakan sunnah. Alasannya, karena dahulu para sahabat
Nabi r mengikuti apa yang dilakukan
oleh Rasulullah r tatkala beliau
memakai cincin, sebagaimana di dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar y
berkata :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اتَّخَذَ
خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ وَجَعَلَ فُصَّهُ
مِمَّا يَلِي كَفَّهُ فَاتَّخَذَهُ
النَّاسُ فَرَمَى بِهِ وَاتَّخَذَ
خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ أَوْ فِضَّةٍ
“Rasulullah
r memakai sebuah cincin dari emas,
beliau menjadikan mata cincinnya (di dalam) mendekati telapak
tangannya, lalu manusia pun memakai cincin, kemudian Rasulullah r
melemparkan cincin (emas)nya dan memakai cincin dari perak.” (HR
al-Bukhari : 5865)
Pendapat
Kedua mengatakan bahwa memakai
cincin bagi laki-laki boleh-boleh saja, dan menjadi sunnah jika ada
kebutuhan; contohnya untuk stempel bagi para tokoh seperti seorang
raja, hakim, dan semisal mereka. Pendapat ini didasari oleh kenyataan
bahwa Nabi r
tidak memakai cincin, kecuali setelah dikabarkan bahwa para raja
tidak menggubris surat yang tidak ada stempelnya2
Di dalam sebuah hadits, Anas ibn Malik t
berkata :
لما
أراد النبي صلى الله عليه وسلم أن يكتب
إلى الروم قيل له إنهم لن يقرءوا كتابك
إذا لم يكن مختوما فاتخذ خاتما من فضة
ونقشه محمد رسول الله
“Tatkala
Rasulullah r
hendak menulis surat ke Romawi, (manusia) berkata, 'Sesungguhnya
mereka (para raja) tidak akan membaca surat selain yang berstempel.'
Lalu Rasulullah r
memakai cincin dari perak. Sepertinya aku melihat warna putih (perak)
itu di tangan Rasulullah r
dan mata (cincin) itu tertulis 'Muhammad Rasulullah'.” (HR
al-Bukhari : 65, Muslim : 5601)
Pendapat
yang kuat, insya
Allah adalah pendapat kedua, yaitu dibolehkan memakai cincin bagi
kaum laki-laki, dan disunnahkan bagi para tokoh yang membutuhkannya;
seperti untuk stempel bagi para raja, hakim dan semisalnya. Pendapat
ini dikuatkan beberapa perkara, diantaranya :
-
Rasulullah
r kebiasaannya tidak memakai
cincin kecuali untuk stempel surat-suratnya.
-
Rasulullah
r tidak memakai cincin dengan
maksud berhias, dan ini dibuktikan dengan kondisi beliau meletakkan
mata cincin yang ada ukiran namanya di bagian dalam telapak
tangannya, tidak ditampakkan seperti kebanyakan orang yang memakai
cincin untuk perhiasan.
-
Adapun
sikap para sahabat y yang memakai
cincin sebagaimana Nabi r memakai
cincin, maka ini menunjukkan betapa semangatnya para sahabat Nabi
untuk mencontoh dan tidak ingin ketinggalan terhadap apa pun yang
dilakukan Nabi r.
Kesimpulannya,
disunnahkan memakai cincin bagi orang yang membutuhkannya seperti
untuk stempel. Akan tetapi, hukumnya adalah boleh-boleh saja bagi
seseorang memakai cincin dengan maksud berhias dengannya karena hal
itu tidak dilarang.3
BOLEH
MEMAKAI CINCIN DI TANGAN KIRI, TETAPI DI TANGAN KANAN LEBIH UTAMA
Dibolehkan
memakai cincin baik di tangan kanan atau di tangan kiri.
Al-Imam
an-Nawawi berkata, “Adapun memakai cincin di tangan kanan atau di
tangan kiri, maka telah datang dua hadits di dalam perkara ini dan
semuanya shahih.” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 14/71)4
Hadits yang dimaksud
adalah dari Anas ibn Malik t
beliau berkata :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَمَ فِضَّةٍ فِي
يَمِينِهِ
“Sesungguhnya
Rasulullah r pernah memakai cincin
perak di tangan kanannya.” (HR Muslim : 5608)
Anas
ibn Malik t juga berkata di dalam
hadits lain :
كَانَ
خَاتَمُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
فِي هَذِهِ وَأَشَارَ إِلىَ الْخِنْصِرِ
مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى
“Rasulullah
r memakai cincinnya di sini.”
Beliau mengisyaratkan ke jari kelingking di tangan kirinya. (HR
Muslim : 5610)
Adapun
tangan manakah yang lebih utama untuk dipakaikan cincin, terdapat
perbedaan pendapat seperti yang dijelaskan al-Imam an-Nawawi, beliau
berkata, “Para ulama fiqih
sepakat atas bolehnya memakai cincin baik di tangan kanan atau kiri,
tidak dimakruhkan pada keduanya, meskipun mereka berbeda pendapat di
tangan mana yang lebih utama. Kebanyakan
para ulama salaf (yang
memakai cincin), mereka memakainya
di tangan kanan, dengan
alasan cincin itu adalah perhiasan (yang baik) dan tangan kanan lebih
berhak diberi perhiasan (yang baik), dan lebih berhak dimuliakan.”
(Syarh Shahih Muslim 14/299)5
Pendapat
ini dikuatkan oleh beberapa perkara, di antaranya :
-
Rasulullah
r pernah memakai cincin di tangan
kiri dan tangan kanan, tetapi di tangan kanan lebih sering, seperti
dikatakan oleh Abu Zur'ah.
-
Tangan
kanan lebih patut dimuliakan dan diberi suatu (perhiasan) yang baik.
Berbeda dengan tangan kiri, maka tangan kiri adalah alat untuk
bercebok, dan jika cincin berada di tangan kiri, pasti akan terkena
kotoran dan najis.
-
Al-Imam
al-Bukhari berkata, “Sesungguhnya hadits Abdullah ibn Ja'far
adalah hadits yang paling shahih di dalam bab ini, dan hadits
tersebut adalah (menerangkan bahwa Rasulullah r)
memakai cincin di tangan kanan. “Al-Imam Bukhari dan Muslim
mengeluarkan sebuah hadits
dari Aisyah rodhiallahu'anha
(yang artinya), “Adalah Rasulullah r
lebih menyukai untuk
mendahulukan yang kanan, baik pada saat memakai sandal, bersisir,
bersuci, dan di dalam segala urusannya.” (HR al-Bukhari 10/402)
MATA
CINCIN BOLEH BERADA DI ATAS/LUAR, DAN LEBIH UTAMA BERADA DI DALAM
Di
dalam hadits Ibnu Umar y
(HR al-Bukhari : 5865) di atas, ditunjukkan
bahwa Nabi r
memakai cincin, dan mata cincinnya diletakkan di dalam tangannya
(mendekati telapak tangannya) tidak diperlihatkan. Perbuatan Nabi r
ini bukan menunjukkan hukum wajib, melainkan menjelaskan
perbolehannya; boleh
diletakkan di atas/ diperlihatkan, atau boleh juga diletakkan di
dalam mendekati telapak tangan, dan inilah yang dilakukan Nabi r.
Al-Imam
an-Nawawi berkata, “Meletakkan mata cincin di bagian dalam (dekat
dengan telapak tangan)
lebih utama karena mengikuti Rasulullah r,
(alasan lain) hal ini lebih memelihara cincin (dari kerusakan) karena
jika mata cincin di atas, pasti akan mudah tergores, demikian pula
(meletakkan mata cincin di bawah) lebih menjaga pemiliknya dari sifat
berbangga diri dan bermegah-megahan, karena
sudah menjadi kenyataan bagi sebagian orang sekarang, (mereka)
sebentar-sebentar melihat cincinnya dalam keadaan berbangga diri
terhadap cincin di tangannya, padahal sunnahnya (meletakkan mata
cincin) itu bukan seperti (apa yang mereka lakukan) sekarang.”
(Lihat Syarh Shahih Muslim Iin Nawawi : 3900
dan Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abu Dawud :
3684.)
LARANGAN
MEMAKAI CINCIN PADA JARI TENGAH DAN TELUNJUK BAGI LAKI-LAKI
Para
ulama sepakat bahwa khusus
kaum laki-laki dilarang memakai cincin di jari tengah dan jari
telunjuk sebagaimana dalam sebuah hadits dari
Ali ibn Abi Thalib t
beliau berkata :
نَهَانِي
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ
أَتَخَتَّمَ فِي أُصْبُعَيَّ هَذِهِ
أَوْ هَذِهِ قَال :
فأومأ
إلى الوسطى والتي تليها
“Rasulullah
r melarang aku memakai cincin di
dua jari, yaitu di jari tengah dan jari yang dekat dengannya
(jari telunjuk).” (HR Muslim : 5614)
Al-Imam
an-Nawawi rohimahullah
berkata, “Para (ulama) kaum
Muslimin bersepakat bahwa disunnahkan memakai cincin di jari
kelingking bagi laki-laki. Adapun wanita, maka tidak terlarang bagi
mereka memakai cincin di jari-jari mana pun. (Para ulama) mengatakan
bahwa hikmah memakai cincin di kelingking adalah supaya tidak mudah
terkotori ketika seseorang menggunakan tangannya (untuk bekerja),
karena jari kelingking letaknya di ujung, dan jari kelingking
biasanya tidak mengganggu tangan ketika bekerja; berbeda dengan
jari-jari lainnya. Dan dimakruhkan
bagi laki-laki memakai cincin di jari tengah dan jari telunjuk
sebagaimana (larangan) dalam hadits, dengan larangan yang bersifat
makruh tanzih (tidak
sampai haram).” (al-Minhaj
Syarh Shahih Muslim 14/71)
CINCIN
EMAS HARAM BAGI LAKI-LAKI6
Rasulullah
r telah melarang kaum laki-laki
dari umatnya memakai cincin emas. Bahkan semua perhiasan yang terbuat
dari emas telah diharamkan di dalam Islam bagi kaum laki-laki. Di
dalam sebuah hadits dari Abdullah al-Ghafiqi berkata :
“Aku
mendengar Ali bin Abi t Thalib
berkata : Rasulullah r
memegang kain sutra di tangan kirinya dan emas di
tangan kanannya, kemudian beliau mengangkatnya, lalu bersabda, 'Dua
benda (emas dan sutra) ini haram bagi laki-laki dari umatku, dan
halal bagi wanita umatku.” (HR. Ibnu Majah : 3595, dishahihkan oleh
al-Albani dalam al'Irwa' : 277 dan Adabuz Zifaf : 150)
Berkata
al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rohimahullah, “Ibnu Daqiq al-'Id
berkata, 'Larangan (hadits di atas) secara lahiriah hukumnya haram,
inilah perkataan para imam, dan menjadi ketetapan di atas hal itu.'
'Iyadh berkata, 'Adapun yang dinukil dari Abu Bakar bin Amr bin Hazm
bahwa dia memakai cincin emas, maka (jika shahih) itu adalah
menyelisihi yang lebih kuat/syadz, dan bisa juga (dia memakainya)
karena belum sampainya dalil (larangan) kepadanya, karena seluruh
(ulama) umat ini setelah itu sepakat atas keharamannya (cincin
emas bagi laki-laki).'” (Fathul Bari 10/317)
CINCIN
PERAK BOLEH BAGI LAKI-LAKI7
Lajnah
Da'imah, di dalam salah satu fatwanya, menetapkan :
“Kaum
laki-laki diperbolehkan memakai cincin yang terbuat dari perak baik
karena ada kebutuhan atau bukan karena kebutuhan, sebagaimana
dalil-dalil yang datang di dalam sunnah (Nabi) yang suci.” (Fatawa
Lajnah Da'imah 24/61)
Fatwa
di atas didasari oleh beberapa hadits, di antaranya dari Anas bin
Malik beliau berkata :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَمَ فِضَّةٍ فِي
يَمِينِهِ
“Sesungguhnya
r Rasulullah pernah memakai cincin
perak di tangan kanannya.” (HR. Muslim : 5608)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Adapun (laki-laki) memakai cincin
perak, maka dibolehkan dengan kesepakatan para imam, karena
telah datang dalil shahih dari Nabi r
bahwa beliau memakai cincin perak, bahkan sahabatnya juga memakainya;
berbeda dengan cincin emas (bagi laki-laki), maka hukumnya haram
dengan kesepakatan para imam empat karena telah datang dalil shahih
dari Nabi r bahwa beliau melarang
(cincin emas) itu.” (Majmu' Fatawa 25/63)
PERBEDAAN
PENDAPAT TENTANG CINCIN BESI BAGI LAKI-LAKI8
Para
ulama berbeda pendapat tetnang hukum memakai cincin besi bagi kaum
laki-laki. Sebagian ulama melarang dan sebagian lain membolehkan.9
Adapun
yang melarang, mereka berdalil dengan sebuah hadits dari Abdullah
bin Buraidah dari ayahnya berkata :
“Ada
seseorang datang kepada Nabi r
dengan memakai cincin emas, lalu Nabi bersabda, 'Mengapa aku mencium
darimu bau berhala?' Kemudian orang tersebut melemparkan (cincin
emas)nya, lalu dia datang lagi dengan memakai cincin dari besi, lalu
Nabi r bersabda, 'Mengapa aku
melihat pada dirimu ada perhiasan penduduk neraka?' Lalu orang
tersebut melemparkan (cincin besi)nya, sambil bertanya, 'Wahai
Rasulullah, cincin apa yang boleh aku pakai?' Nabi bersabda, 'Buatlah
dari perak, dan jangan melebihi 1 mitsqal.'” (HR. Abu Dawud : 4223
dan an-Nasa'i : 9508)
Asy-Syaikh
Ibnu Baz berkata, “Tidak mengapa (laki-laki) memakai jam tangan dan
cincin dari besi, hal itu sebagaimana telah ada keterangan dalam
hadits al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi r
bertanya kepada seorang laki-laki yang sedang meminang (wanita)'
carilah (mahar) meskipun cincin dari besi'. Adapun hadits yang
diriwayatkan tentang larangan (cincin dari besi) itu, maka hadits
tersebut syadz (menyelisihi yang lebih kuat). Hadits itu
bertentangan dengan hadits yang shahih ini.” (Fatawa Islamiyyah,
asy-Syaikh Ibnu Baz, 4/324)
Larangan
memakai cincin dari besi, haditsnya lemah, sebagaimana hadits
Abdullah bin Buraidah telah dinyatakan dha'if (lemah) oleh
al-Albani (di dalam Dha'if an-Nasa'i : 5195, Misykat
al-Mashabih : 4396, dan Adabuz Zifaf : 146). Dan hadits
tersebut juga dinyatakan dha'if/lemah oleh Lajnah Da'imah lil Buhuts
al-Ilmiyyah wal Ifta' ditandatangani oleh Ibnu Baz sebagai ketua,
Abdurrazzaq sebagai wakil, dan Abdullah al-Ghadiyah sebagai anggota
(Fatawa Lajnah Da'imah 24/65).
Asy-Syaikh
Ibnu Utsaimin berkata, “Hukum asal segala sesuatu itu halal,
kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Dan menurutku, di dalam
masalah (cincin besi) ini sepatutnya kita untuk menjauhinya,
karena hadits yang dijadikan dalil oleh pihak yang melarang (cincin
besi) itu, meskipun di dalamnya ada cacat, hal itu cukup menjadikan
masalah ini menjadi syubhat/rancu bagi kita, sedangkan menjauhi
syubhat adalah termasuk perintah agama Islam sebagaimana Rasulullah r
bersabda, 'Perkara halal itu jelas, dan perkara haram itu jelas dan
antara keduanya itu ada perkara syubhat yang tidak diketahui banyak
manusia. Barang siapa menjaga diri dari syubhat, maka dia telah
menjaga agama dan kehormatannya.'” (Fatawa Nur 'ala ad-Darb,
asy-Syaikh Muhammad bin Salih al-Utsaimin, 3/47).
Pendapat
yang kuat adalah makruh, sebaiknya ditinggalkan untuk hati-hati.
HUKUM
TUKAR CINCIN/CINCIN TUNANGAN
Di
antara kebiasaan sebagian kaum Muslimin di zaman ini, tukar cincin
pada saat tunangan. Masing-masing calon pengantin memakai cincin
tersebut sebagai tanda bahwa keduanya telah terikat dalam
pertunangan. Bahkan ada yang menganggap cincin tersebut mengekalkan
hubungan mereka. Perkara ini bisa terjadi dikarenakan beberapa sebab.
Di antara sebabnya, penjajahan kaum kafir terhadap kaum Muslimin
terutama dengan perang pemikiran, adanya kaum Muslimin yang datang
dari negeri kafir dengan membawa adat Barat ini, dan sebab lain
adalah kebodohan umat terhadap agama Islam.
Para
ulama telah berfatwa tentang haramnya tukar cincin saat pertunangan.
Asy-Syaikh Ibnu Baz telah berfatwa tentangnya. Beliau berkata, “Saya
tidak tahu asal-usul (tukar cincin) ini, sebaiknya kebiasaan ini
segera ditinggalkan.” (Fatawa Ulama al-Balad al-Haram :
500).
Asy-Syaikh
al-Fauzan berfatwa, “Adapun tukar cincin kawin bukanlah termasuk
kebiasaan kaum Muslimin. Maka dari itu, tidak boleh sekali-kali
memakainya, dengan alasan :
-
(Kebiasaan
tukar cincin kawin) adalah membebek suatu kaum yang tidak ada
kebaikan pada mereka; itu diadopsi dari (kaum kafir) oleh kaum
Muslimin.
-
Apabila
dibarengi dengan keyakinan bahwa cincin itu berpengaruh terhadap
(kelanggengan) hubungan suami istri, maka masuk dalam bab
kesyirikan. (al-Muntaqa 5/336
Asy-Syaikh
al-Albani berkata, “(Tukar cincin kawin) merujuk kepada adatnya
kaum terdahulu (Nashara). (Dahulu) calon pengantin laki-laki
memakaikan cincin kawin ti ujung ibu jari calon pengantin wanita dan
mengatakan 'dengan nama (tuhan) bapak', lalu memasangkannya di ujung
jari telunjuknya dan mengatakan 'dengan nama (tuhan) anak' – maksud
nama 'bapak' adalah Tuhan, sedang (tuhan) 'anak' adalah Isa bin
Maryam -, kemudian cincin itu dikenakan di jari tengah sambil
mengatakan 'dengan nama ruhul qudus', lalu tatkala dia mengucap
'amin' dia memakaikannya di jari masisnya supaya kekal.”
(Al-Albani
melanjutkan,) “Wahai kaum Muslimin, jika ini adalah adat yang
diadopsi dari kaum Nashara, bagaimana mungkin kalian rela membebek
kepada mereka padahal kalian disifatkan sebagai orang Islam. Kalian
menyerupai mereka, padahal kalian tahu bahwa Nabi r
bersabda, 'Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk
golongan mereka.' Bagaimana mungkin kalian terjerumus kepada
khurafat yang tidak ada hakikatnya ini. Cincin kawin tidak akan
mendatangkan kasih sayang. Tanpa cincin kawin pun, kasih sayang tidak
akan lenyap.”
KESIMPULAN
-
Semakin
jauh generasi kaum Muslimin dari zaman kenabian semakin buruk
kondisi mereka secara umum.
-
Terjatuhnya
manusia ke dalam suatu kesalahan dan kemaksiatan di antaranya
disebabkan kebodohan umat terhadap agamanya.
-
Para
wanita tidak dilarang memakai cincin terbuat dari apa pun baik emas,
perak, atau selain keduanya, bahkan jika dimaksudkan untuk berhias
buat suaminya maka itu dianjurkan di dalam Islam.
-
Hukum
pemakaian cincin pada kaum laki-laki harus diperinci :
-
jika
terbuat dari emas maka haram menurut kesepakatan;
-
jika
terbuat dari perak maka halal menurut kesepakatan; dan
-
jika
terbuat dari besi maka ada perbedaan pendapat, dan yang lebih kuat
adalah makruh, demi kehati-hatian maka selayaknya ditinggalkan.
-
Dibolehkan
memakai cincin baik di tangan kanan atau di tangan kiri.
-
Mata
cincin boleh diletakkan di atas/luar, boleh juga di dalam; dan lebih
utama di dalam (dekat dengan telapan tangan) sebagaimana alasan yang
telah dipaparkan.
-
Para
ulama bersepakat bahwa khusus kaum laki-laki dilarang memakai cincin
di jari tengah dan jari telunjuk, dan boleh pada selain keduanya.
Adapun kaum wanita maka dibolehkan di jari mana pun.
-
Tukar
cincin kawin hukumnya haram karena merupakan adat yang diadopsi dari
kaum kafir. Perbuatan tersebut termasuk ber-tasyabbuh
(menyerupai/meniru) kaum kafir, dan suatu ketika bisa menjadi
kesyirikan jika diiringi dengan keyakinan yang batil. Wallahu
A'lam.
Oleh:
Oleh Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM Hafidzahullah
-------------------------------------------------------------------------------------------
1 Dinukil
perkataan ini dari
penjelasan asy-Syaikh Muhammad bin Salih al-Utsaimin di dalam Liqa'
al-Bab al-Maftuh 11/47.
2 Seperti
pendapat al-Imam Malik yang dinukil oleh al-Hafizh di dalam Fathul
Bari 10/400.
3 Lihat
Mausu'ah Fiqhiyyah 11/24-dengan penyesuaian.
4 Demikian
juga fatawa para ulama masa kini, seperti Ibnu Baz dan lainnya, lihat
Fatawa Islamiyyah, asy-Syaikh Abdul Aziz ibn Baz, 4/319.
5 Berbeda
dengan al-Imam Ahmad, al-Baghawi, dan al-Baihaqi yang mengatakan
bahwa memakai cincin di tangan kiri lebih utama. Alasannya, jika
seseorang mengenakan cincin di tangan kiri, berarti dia memakaikannya
dengan tangan kanan, dan melepaskannya dengan menggunakan tangan
kanan; riwayat-riwayat Nabi menggunakan cincin di tangan kiri lebih
kokoh dan lebih terakhir; ditambah lagi bahwa Abu Bakar, Umar, dan
Ali mereka semua memakai cincin di tangan kiri mereka (lihat
al-Adab:373, Syarh as-Sunnah 12/58, dan al-Adab
asy-Syar'iyyah 4/184).
6 Lihat
Ahkamul Khawatim, Ibnu Rajab, hlm.46;al-Furu', Ibnu
Muflih, 2/276; dan lihat juga Fatawa Islamiyyah, asy-Syaikh
Abdul Aziz ibn Baz, 4/319.
7 Al-Inshaf
Iil Mardawi 3/142, Syarh Shahih Muslim an-Nawawi 14/67,
lihat juga Fatawa Islamiyyah asy-Syaikh Abdul Aziz ibn Baz 4/319.
8 Lihat
Ahkamul Khawatim hlm.67.
9 Lihat
Fatawa Nur 'ala ad-Darb, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/47.
Sumber:
Majalah Al-Furqon Edisi 157 Tahun ke-14 Halaman 27-31
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer