Alhamdulilah,
shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad r, keluarga beliau,
para sahabat dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik sampai
hari kiamat.
Islam
sebagai agama yang paling sempurna dan paling sesuai untuk diterapkan
pada setiap waktu, tempat dan keadaan, telah mengatur segala sesuatu
pernak-pernik kehidupan manusia, dari yang kecil sampai urusan yang
besar. Inilah yang telah dipahami oleh manusia-manusia terbaik
sepanjang zaman tentang agama yang mulia ini. Merekalah para sahabat
Nabi r yang memiliki ketundukan
sempurna terhadap syariat Islam, sehingga dengan itu mereka
menyandang gelar khairunnaas (sebaik-baik manusia) atau khairu
umat (umat terbaik).
Imam
Muslim rohimahullah meriwayatkan dari Salman al-Farisi t,
seorang sahabat yang mulia, bahwa orang-orang musyrik berkata
kepadanya, “Nabi kalian mengajarkan segala sesuatu sampai masalah
buang hajat?!” Maka Salman menjawab dengan bangga, “Iya, beliau
melarang kami buang hajat menghadap kiblat, melarang kami ber-istinja
(cebok) dengan tangan kanan, dan melarang kami ber-istinja dengan
kurang dari tiga batu atau dengan kotoran atau dengan tulang.”
Dan
di antara salah satu wujud kesempurnaan agama Islam ini adalah
diberikannya tuntunan-tuntunan dalam hal berpakaian, terutama kaum
muslimah. Dimana agama ini mengatur sedemikian rupa sehingga pakaian
yang dipakai manusia bisa menutup aurat mereka, sehingga fitnah
(bencana) yang ditimbulkan karena syahwat terhadap lawan jenis pun
bisa diminimalisir.
Hanya
saja telah menjadi sunnatullah, bahwa setiap kali ada
kebenaran yang datang pasti akan ada setan yang membuat rancu
kebenaran tersebut di pandangan manusia dengan berbagai perkataan
yang dihiasi-hiasi. Allah I
berfirman,
وَكَذَٰلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا
شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ
الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ
رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ
وَمَا يَفْتَرُونَ﴿١١٢﴾
“Dan
demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabb-mu menghendaki,
niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan
apa yang mereka ada-adakan.”
(al-An'am : 112)
Maka
syariat jilbab bagi wanita muslimah, yang telah jelas ditetapkan
dalam Al-Quran, dan telah menjadi ciri khas wanita muslimah semenjak
zaman Nabi r, pun tidak lepas dari
berbagai syubhat yang dilontarkan setan-setan itu untuk
menyambar hati orang-orang yang lemah keimanannya sehingga mereka pun
ikut menyimpang. Allah I berfirman
melanjutkan ayat di atas,
وَلِتَصْغَىٰ
إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا
يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ
وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ﴿١١٣﴾
“Dan
(juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada
kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang
kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka
(setan) kerjakan.” (al-An'am :
113)
Maka,
dalam rangka untuk membela syariat Allah, sekaligus sebagai upaya
untuk membantu menguatkan keimanan kaum muslimin, terutama dalam
syariat jilbab ini; akan kami sampaikan beberapa syubhat yang
banyak bertebaran berkaitan dengan syariat jilbab ini disertai dengan
bantahan-bantahan terhadapnya.
Syubhat
Pertama :
“Jilbab
Membuat Susah Padahal Islam Agama Yang Mudah”
Sebagian
da'i penentang syariat jilbab menyangka bahwa mengenakan
jilbab adalah merupakan salah satu bentuk sikap ekstrim dalam
beragama, sesuatu yang menyusahkan kaum wanita padahal agama ini
agama yang mudah. Maka berhias dengan membuka aurat adalah suatu
maslahat yang dituntut oleh karena adanya kesusahan ini, terutama di
masa-masa sekarang!
Bantahan
:
Dalam
syubhat ini ada tiga hal yang perlu dicermati. Pertama tentang sikap
ekstrim, kedua tentang klaim bahwa syariat jilbab adalah menyusahkan
kaum wanita, dan yang ketiga adalah anggapan adanya maslahat dalam
membuka aurat.
Tentang
sikap ekstrim, maka sesungguhnya hakikat sikap ekstrim adalah
berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam penerapan syariat.
Sedangkan memakai jilbab adalah sesuatu yang telah digariskan bahkan
diwajibkan oleh Allah I,
sebagaimana telah Allah tegaskan dalam firman-Nya,
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ
فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَحِيمًا﴿٥٩﴾
“Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha penyayang.”
(al-Ahzab : 59).
Maka
sama sekali bukan sikap ekstrim jika seorang wanita muslimah
mengenakan jilbab syar'i. Bahkan termasuk peremehan dan
kemaksiatan jika dia menanggalkan jilbabnya, karena melanggar ayat
tersebut di atas.
Adapun
klaim adanya kesusahan dalam syariat jilbab ini, maka hal ini jelas
terbatalkan karena jilbab telah nyata merupakan syariat Allah I.
Karena apa saja yang Allah syariatkan kepada hamba-Nya pasti masuk
dalam daerah kemampuan mereka dan tidak akan menyusahkan mereka.
Allah I berfirman,
يُرِيدُ
اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ
بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.” (al-Baqarah : 185)
Allah
I juga berfirman,
وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ
حَرَجٍ
“Dia
sekali-kali tidak menjadikan suatu kesempitan untuk kamu dalam
agama.” (al-Hajj : 78)
Sedangkan
tentang maslahat, maka maslahat yang dianggap oleh syariat adalah
maslahat yang tidak bertentangan dengan nash atau dalil
syar'i. Seandainya ada seseorang yang menganggap ada suatu
maslahat pada suatu perkara padahal itu bertentangan dengan syariat,
maka sesungguhnya itu bukanlah maslahat. Karena pada hakikatnya yang
mengetahui maslahat bagi manusia adalah Allah I
yang menciptakan mereka dan sekaligus menetapkan syariat bagi mereka.
Disamping itu, maslahat yang dimaksud dalam agama ini adalah maslahat
yang masuk dalam lima maqasid syariat (tujuan-tujuan syariat); yaitu
penjagaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dan tidak ragu
lagi bahwa syariat jilbab termasuk syariat yang menjaga
perkara-perkara ini, sedangkan membuka aurat akan mengarah kepada
kerusakan.
Syubhat
Kedua :
“Jilbab
Merupakan Adat Kebiasaan Jahiliyah Dan Merupakan Bentuk Kemunduran
Dan Keterbelakangan”
Bantahan
:
Pertama,
sesungguhnya jilbab yang diwajibkan Islam bagi kaum wanita tidak
dikenal oleh bangsa Arab sebelum datangnya Islam. Bukti akan hal ini
bahwa dalam Al Quran Allah I telah
mencela tata cara berhias wanita-wanita Jahiliyah dan mengarahkan
wanita muslimah untuk meninggalkan tata cara berhias mereka. Allah I
berfirman,
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ
تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.”
(al-Ahzab : 33)
Dan
telah diketahui dari hadits-hadits bahwa dahulu banyak di antara
wanita-wanita jahiliyah yang berhias dengan bertato, menyambung
rambut, mencabut bulu wajah (termasuk alis) dan sebagainya yang
menunjukkan bahwa mereka berhias dengan membuka aurat.
Kedua,
berbicara tentang kemunduran dan keterbelakangan, maka sesungguhnya
kemajuan dan kemunduran jelas memiliki sebab-sebab yang jelas. Dan
tidak pernah ada kaitan antara kemajuan dan keterbelakangan suatu
kaum dengan pakaian yang mereka pakai. Karena sesungguhnya kemajuan
dan peradaban manusia itu merupakan hasil dari usaha yang mereka
lakukan dengan akal dan pikiran mereka (setelah takdir Allah), bukan
karena pakaian atau penampilan mereka.
Ketiga,
bahwa peradaban manusia itulah yang hendaknya tunduk kepada syariat
Allah dan ajaran-ajaran agam-Nya. Karena Islam adalah agama yang
tidak akan bertentangan dengan peradaban manusia yang lurus. Bahkan
kaum muslimin akan maju jika mereka benar-benar menerapkan agama
mereka, sebagaimana hal ini telah terbukti dari sejarah pendahuluan
kaum muslimin.
Syubhat
Ketiga :
“Yang
Penting Perilaku Bukan Penampilan.”
Sebagian
wanita enggan berjilbab karena mereka menyangka sama saja antara
berjilbab dan tidak, yang penting menurutnya adalah perilaku, akhlak,
dan hatinya, bukan sekadar penampilan. Karena ada juga orang yang
berjilbab tapi melakukan perbuatan keji.
Bantahan
:
Memang
benar bahwa tidak semua orang yang berjilbab adalah wanita shalihah.
Ada di antara wanita-wanita fajir
yang menggunakan jilbab hanya sebagai kamuflase belaka. Namun yang
jelas, tidak layak bagi sesama muslim untuk berburuk sangka apalagi
sampai menjadikan kenyataan itu sebagai bahan untuk menyalahkan dan
menolak syariat jilbab. Bukankah wanita-wanita fajir
yang tidak berjilbab jauh lebih banyak dari wanita-wanita yang
berjilbab?! Seandainya ada sebagian dokter yang berperilaku tidak
sesuai dengan etika kedokteran, apakah kita akan menyatakan bahwa
semua dokter tidak punya etika?!
Selain
itu, pandangan orang yang berakal secara umum telah jelas menyatakan
bahwa jilbab yang menutupi aurat itu merupakan pertanda bahwa wanita
itu ingin menjaga kehormatan dirinya, tidak mau mengumbar auratnya,
sedangkan wanita yang membuka auratnya seakan-akan tidak memiliki
rasa malu dalam mengumbar auratnya.
Dan
agama Islam yang memerintahkan manusia untuk berhati
dan berperilaku baik juga memerintahkan mereka untuk berpakaian
sesuai syariat. Lalu kenapa syariat Islam yang berkaitan dengan hati
dan perilaku bisa diterima sedangkan syariat dalam berpakaian tidak
bisa diterima? Seandainya jilbab ini hanya penampilan belaka dan
bukan syariat yang harus ditaati, tentunya Allah tidak mengancam
neraka bagi para wanita yang membuka auratnya. Rasulullah r
telah bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada
dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat. Orang-orang yang
memiliki cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul
manusia. Dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka
menyimpang dan menyimpangkan orang lain dari ketaatan, kepala mereka
bagaikan punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga
dan tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga bisa dicium dari
jarak demikian dan demikian.” (Riwayat
Muslim)
Maka
tidak sama antara wanita yang berjilbab dengan wanita yang membuka
auratnya.
Syubhat
Keempat :
“Perubahan
Zaman Menyebabkan Perubahan Hukum.”
Sebagian
penentang jilbab sengaja mengambil beberapa kaidah yang telah
ditetapkan para ulama, dengan pemahaman yang salah. Di antara kaidah
itu adalah “Perubahan zaman menyebabkan perubahan hukum” dan
kaidah “Adat kebiasaan bisa menjadi landasan dalam menetapkan
hukum”. Dengan kaidah yang mereka pahami keliru ini mereka
mengatakan bahwa jilbab hanya layak diterapkan pada masa-masa dahulu,
sedangkan sekarang zaman telah berubah maka hukum pun ikut berubah.
Bantahan
:
perlu
pahami bahwa hukum Islam tidak akan berubah selamanya, karena Allah
telah menyempurnakan agama ini sebagaimana dalam firman-Nya,
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu.” (al-Maidah
: 3).
Akan
tetapi yang bisa berubah
adalah fatwa-fatwa atau hukum-hukum yang dibangun di atas landasan
adat kebiasaan tertentu. Maka hukum atau fatwa tersebut akan bisa
berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan perbedaan individu.
Dalam
hal ini kita harus bisa memahami bahwa
adat kebiasaan manusia itu tidak lepas dari dua keadaan :
Pertama,
adat kebiasaan yang sekaligus
sebagai hukum syar'i
yang Allah tetapkan. Maka hukum-hukum semacam ini tidak akan pernah
berubah sama sekali, meskipun mayoritas manusia hampir-hampir tidak
mengenalnya. Di sinilah jilbab wanita muslimah dikategorikan. Dia
merupakan kebiasaan kaum muslimin dan sekaligus syariat yang Allah
tetapkan. Sehingga seandainya ada seorang muslimah tinggal di negri
kafir yang memiliki kebiasaan membuka aurat, maka wanita muslimah ini
tetap wajib mengenakan jilbab meskipun hal itu bukan kebiasaan negri
setempat. Adat kebiasaan yang semacam ini tidak masuk dalam kaidah
yang telah disampaikan para ulama di atas.
Kedua,
adat kebiasaan yang bukan merupakan hukum syar'i akan
tetapi menjadi landasan dalam penetapan hukum. Misalnya seperti
bahasa dan gaya bahasa yang
digunakan masyarakat setempat, perkara-perkara yang berkaitan dengan
adab sopan santun (yang tidak bertentangan dengan syariat),
tabiat-tabiat masyarakat setempat seperti umur minimal baligh,
dan lain sebagainya. Maka hukum-hukum yang dibangun di atas adat
kebiasaan semacam inilah yang bisa berubah menurut perubahan adat
manusia. Dan inilah yang dimaksud dalam kaidah di atas.
Syubhat
Kelima :
“Meneladani
Tokoh Wanita Ternama.”
Para
penentang jilbab terkadang berargumen dengan adanya tokoh-tokoh
wanita muslimah ternama dengan berbagai tingkatannya yang tidak
berjilbab. Bahkan mereka mencari-cari informasi tentangnya di
buku-buku sejarah dan biogragi untuk menguatkan argumentasi ini.
Bantahan
:
Kaum
muslimin seluruhnya telah sepakat bahwa dalil-dalil yang menjadi
landasan hukum adalah Al Qur'an, as-Sunnah, ijmak,
dan qiyas. Lalu, masuk kategori dalil yang manakah argumentasi mereka
ini, terlebih lagi kebanyakan tokoh-tokoh mereka itu hidup setelah
berlalunya masa-masa pensyariatan dan setelah terhentinya wahyu?!
Bahkan tidak dibenarkan
seseorang berdalil dengan keadaan-keadaan individu tertentu (selain
Rasulullah). Yang benar, perbuatan atau keadaan individu manusia yang
dinilai dan ditimbang dengan hukum syar'i bukan
malah sebaliknya hukum syar'i di
timbang dengan perbuatan individu-individu tertentu.
Padahal,
jika mereka bersikap objektif, niscaya mereka akan mendapatkan
sejumlah besar tokoh-tokoh wanita muslimah yang berjilbab jauh
melebihi tokoh-tokoh wanita yang tidak berjilbab. Kenapa mereka tidak
mencari teladan dari tokoh-tokoh wanita muslimah dari penahulu umat
Islam, semisal para wanita dari kalangan para sahabat, tabi'in
dan orang-orang yang mengikuti
mereka, yang jelas-jelas mereka telah mendapatkan predikat
manusia-manusia terbaik.
Syubhat
Keenam :
“Berhias
Adalah Perkara Yang Telah Menjadi Kebiasaan Yang Tidak Akan Menarik
Perhatian Kaum Lelaki.”
Sebaliknya
jilbab yang dipakai seorang wanita secara sempurna menutupi seluruh
tubuhnya akan menarik perhatian kaum lelaki, sehingga mereka akan
berkeinginan untuk mencari tahu tentang siapa wanita di balik jilbab
itu.
Bantahan
:
Pertama,
seandainya berhias telah menjadi
suatu kewajaran dan kebiasaan yang tidak akan menarik perhatian kaum
lelaki, lalu kenapa para wanita suka berhias? Untuk apa mereka
berhias?! Ini adalah anggapan yang bertolak belakang dengan kenyataan
mereka.
Kedua,
bagaimana mungkin berhias
dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang tidak menarik perhatian lawan
jenis, padahal para suami pasti akan tertarik dengan istri-istri
mereka jika berhias dan mempercantik diri.
Ketiga,
sesungguhnya daya tarik lawan
jenis adalah sesuatu hal yang telah menjadi fitrah tabiat manusia.
Tabiat ini selamanya tidak akanb berubah. Kaum lelaki akan semakin
tertarik dengan wanita-wanita
yang lebih menampakkan perhiasan dirinya. Seandainya ada seorang
wanita cantik yang berhias dengan berbagai perhiasan dan membuka
auratnya lewat di hadapan seorang lelaki namun lelaki itu tidak
memiliki ketertarikan kepadanya, maka bisa dikatakan lelaki itu
bukanlah lelaki normal dalma hal ini.
Keempat,
realita menunjukkan bahwa tingkat kejahatan dan penyimpanan seksual
berbanding lurus dengan banyaknya wanita-wanita yang berhias dan
membuka aurat. Bahkan prosentase tersebar penyakit seksual seperti
aids dan semisalnya, ada pada negara-negara liberalis yang
membolehkan dan membebaskan segala sesuatu. Ini semua bukti bahwa
berhiasnya seorang wanita adalah perkara yang sangat menarik
perhatian kaum lelaki.
Kelima,
adapun mata kaum lelaki yang diarahkabn kepada wanita berjilbab
sempurna, maka permisalannya bagaikan seseorang yang melihat sampul
sebuah buku. Dia tidak mengetahui isi kandungannya dan tidak akan
terpengaruh oleh pemikiran dalam
buku itu. Maka seorang lelaki yang melihat wanita berjilbab sempurna,
dengan menutup auratnya secara sempurna, tidak akan mudah
membangkitkan ketertarikan
lelaki kepadanya.
Allah
I telah berfirman,
ذٰلِكَ
أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ
“Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak di ganggu”.
(al-Ahzab : 59)
Tentang
ayat ini, Abu Hayyan berkata dalam tafsirnya (al-Bahrul
Muhith), “Karena
mereka menutup diri dengan kehormatan, maka mereka tidak diganggu dan
tidak mendapatkan hal yang mereka benci. Karena jika seorang wanita
betul-betul menutup diri, tidak akan ada lelaki yang datang
mengganggunya, berbeda dengan wanita yang berhias maka dia akan
menjadi mangsa kaum lelaki.”
Syubhat
Ketujuh :
“Berhias
Merupakan Salah Satu Cara Untuk Mengungkapkan Nikmat Allah dan
Termasuk Mensyukuri Nikmat Allah.”
Mereka
mengatakan, “Aku tidak mau berjilbab karena menampakkan kecantikan
termasuk salah satu cara mengungkapkan nikmat Allah dan merupakan
bentuk syukur kepada-Nya. Bagaimana mungkin aku menyembunyikan nikmat
yang telah Allah berikan kepadaku berupa rambut indah dan kecantikan
yang menawan?!”
Bantahan
:
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah yang telah menciptakan kecantikan itu, Dia
jugalah yang memerintahkan untuk menutupinya. Allah I
berfirman,
وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
لِبُعُولَتِهِنَّ ….
“ .
. . dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka . . . “ (an-Nur : 31).
Dan
Allah I berfirman,
يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ
“Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”
(al-Ahzab : 59)
Nikmat
terbesar yang telah Allah berikan kepada kita adalah keimanan dan
hidayah. Kenapa nikmat terbesar ini tidak ditampakkan dan diungkapkan
dengan ketundukan terhadap syariat-syariat-Nya yang diantaranya
adalah jilbab yang syar'i.
Padahal di antara salah satu
bentuk syukur kepada Allah I
adalah menggunakan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan itu sesuai
dengan tuntunan dan syariat Allah. Maka tatkala seluruh tubuh ini
adalah nikmat Allah I,
hendaknya kita pun menundukkannya untuk sesuai dengan syariat dan
tuntunan Allah I,
dalam rangka bersyukur kepada Allah I.
Syubhat
Kedelapan :
“Hawa
Udara Yang Panas Tidak Cocok Untuk Mengenakan Jilbab.”
Bantahan
:
Kita
katakan kepada mereka yang memiliki syubhat
ini, ingatlah firman Allah I,
قُلْ
نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَّوْ
كَانُوا يَفْقَهُونَ
“Katakanlah,
'Api neraka jahannam itu lebih sangat panas (nya),' jika mereka
mengetahui”. (at-Taubah : 81)
Lalu
berikanlah pilihan kepadanya dari dua keadaan; panasnya dunia yang
masih bisa kita tahan, atau panasnya api neraka yang panasnya tujuh
puluh kali lipat panas api dunia. Tentu orang yang berakal akan
memilih panas yang ringan dalam menaati Allah di dunia, dari pada
panas yang berat di akhirat. Karena jika
dia mampu bersabar dalam menaati Allah, niscaya dia akan meraih surga
yang luasnya langit dan bumi.
Syubhat
Kesembilan :
“Hidayah
di Tangan Allah.”
Ada
wanita yang mengatakan, aku tahu jilbab itu wajib, namun aku belum
mendapat hidayah untuknya, aku akan berjilbab jika hidayah itu
datang!!?
Bantahan
:
Memang
benar hidayah itu di Tangan Allah. Namun hidayah itu sama halnya
dengan rezeki. Ketika rezeki perlu diusahakan dan dicari dengan
berbagai usaha, maka demikianlah pula hidayah. Hidayah juga perlu
kepada usaha untuk menanggapinya. Allah I
berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(ar-Ra'du : 11)
Akhirnya,
kita senantiasa memohon hidayah kepada Allah untuk selalu berada pada
jalan yang lurus, sehingga kematian mendatangi kita dalam keadaan
Islam. Wallahul muwaffiq.
(***)
Sumber
: Majalah
Sakinah Vol.
10, No. 8
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer