KETIGA : CADAR
Memang aneh…sebagian
orang memandang miring terhadap cadar…, sementara sebagian yang lain
dengan bangganya berkata, "Jika ada sejuta Lady Gaga yang datang ke
tanah air maka tidak akan mengurangi keimanan kami ??!!". Lady Gaga
datang sejuta kali ke Indonesia tidak akan mengurangi keimanan warga
kita…!!!. (lihat https://www.youtube.com/watch?v=pnC4ZKAMEQQ)
Sebagian
lagi menganggap tarian goyang inul sebagai sesuatu yang biasa yang
tidak perlu diingkari, goyangan inul merupakan bentuk kebebasan
berekspresi !!!. (lihat :
http://www.merdeka.com/peristiwa/dulu-bikin-inul-menangis-kini-giliran-rhoma-sesenggukan.html).
Kalau
sebagian orang tersebut dari kalangan awam, mungkin masih bisa
dimaklumi.., akan tetapi jika pernyataan-pernyataan tersebut muncul dari
kiyai…maka…mau dikemanakan moral bangsa kita ini !!??
Tidakkah diketahui bahwa di tanah air kita telah terjadi
perbuatan mesum di bawah umur??, anak-anak remaja SMP, bahkan SD !!!,
lantas bagaimana bisa terucap bahwa sejuta Lady Gaga tidak akan
mempengaruhi keimanan.., bahkan jika lady Gaga datang sejuta kali ke
tanah air ???
Maka sungguh aneh…jika ada yang membela inul…dan ada yang memandang miring cadar??!!
Ternyata
pendapat yang menjadi patokan dalam madzhab syafi'i adalah wajah wanita
merupakan aurot sehingga wajib untuk ditutupi !!! wajib untuk bercadar
!!!
Meskipun tentunya permasalahan cadar adalah
permasalahan khilafiyah dikalangan para ulama, akan tetapi perlu diingat
bahwasanya para ulama telah sepakat bahwa memakai cadar hukumnya
disyari'atkan, dan minimal adalah mustahab/sunnah. Mereka hanyalah
khilaf tentang kewajiban bercadar.
Sebelum saya nukilkan
perkataan para ulama syafi'iyah tentang permasalahan ini, ada baiknya
kita telaah terlebih dahulu dalil-dalil yang menunjukkan akan
disyari'atkannya bercadar bagi wanita.
DALIL DISYARI'TAKANNYA CADAR
Pertama
: Para ulama sepakat bahwasanya wajib bagi istri-istri Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam untuk menutup wajah dan kedua telapak tangan mereka.
Al-Qoodhy 'Iyaadh rahimahullah berkata
فهو فرض عليهن بلا خلاف في الوجه والكفين فلا يجوز لهن كشف ذلك
"Berhijab
diwajibkan atas mereka (para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam)
pada wajah dan kedua telapak tangan –tanpa ada khilaf (di kalangan
ulama)- maka tidak boleh bagi mereka membuka wajah dan kedua telapak
tangan mereka" (sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari
8/391)
Maka seluruh ulama –termasuk para ulama yang memandang
tidak wajibnya menutup wajah dan kedua telapak tangan- juga sepakat
bahwa untuk para istri Nabi wajib bagi mereka menutup wajah dan kedua
telapak tangan.
Allah berfirman
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
"Apabila
kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi),
Maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci
bagi hatimu dan hati mereka" (Al-Ahzaab : 53)
Ayat ini
disepakati oleh para ulama bahwa ia menunjukkan akan wajibnya hijab dan
menutup wajah, hanya saja para ulama yang membolehkan membuka wajah
berpendapat bahwa ayat ini khusus untuk para istri Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam.
Akan tetapi pengkhususan tersebut terhadap
para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saja kurang tepat,
ditinjau dari beberapa alasan :
- Yang menjadi patokan
adalah keumuman lafal bukan kekhususan sebab. Meskipun sebab turunnya
ayat ini berkaitan dengan istri-istri Nabi akan tetapi lafalnya umum
mencakup seluruh kaum mukminat
- Para istri Nabi lebih
suci hati mereka dan lebih agung di hati kaum mukminin, selain itu
mereka adalah ibu-ibu kaum mukminin, serta haram untuk dinikahi setelah
wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Meskipun demikian mereka
tetap diperintahkan untuk berhijab dan menutup wajah mereka. Maka para
wanita kaum mukminat lebih utama untuk menutup wajah mereka
-
Allah menjadikan hikmah dari hijab dalam ayat ini adalah ((cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka)), padahal yang
membutuhkan kesucian hati bukan hanya istri-istri Nabi, akan tetapi
demikian juga seluruh kaum mukminat.
- Ayat selanjutnya setelah ayat ini adalah firman Allah
لا
جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ فِي آبَائِهِنَّ وَلا أَبْنَائِهِنَّ وَلا
إِخْوَانِهِنَّ وَلا أَبْنَاءِ إِخْوَانِهِنَّ وَلا أَبْنَاءِ
أَخَوَاتِهِنَّ وَلا نِسَائِهِنَّ وَلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ
وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا (٥٥)
"Tidak
ada dosa atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan
bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki
mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki
dari saudara mereka yang perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang
mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi) kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha menyaksikan segala sesuatu" (Al-AHzaab : 55)
Tentunya
kita tahu bahwasanya meskipun yang disebut dalam ayat ini adalah
istri-istri Nabi akan tetapi hukumnya mencakup dan berlaku bagi seluruh
kaum mukminat tanpa ada khilaf dikalangan para ulama.
Kedua : Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang menggeret pakaiannya (isbal) karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat"
Maka
Ummu Salamah berkata : فكيف يصنع النساء بذيولهن؟ "Apa yang harus
dilakukan para wanita dengan ekor-ekor rok mereka (yang terseret-seret
di tanah-pen)?"
Nabi berkata : يُرْخِيْنَ شِبْرًا "Hendaknya mereka para wanita menjulurkan rok mereka hingga sejengkal"
Ummu Salamah berkata, إذاً تنكشف أقدامهن "Kalau hanya sejengkal maka akan tersingkaplah kaki-kaki mereka"
Nabi
berkata, فيرخينه ذراعاً لا يزدن عليه "Mereka menjulurkan hingga sedepa,
dan hendaknya tidak lebih dari itu" (HR At-Thirmidzi no 1731 dan
dishahihkan oleh Al-Albani)
Hadits ini menunjukkan bahwa
merupakan perkara yang diketahui oleh para wanita di zaman Nabi bahwa
kaki adalah aurot sehingga mereka berusaha untuk menutupinya bahkan
meskipun dengan isbal (menjulurkan kain rok hingga tergeret di tanah).
Jika kaki –yang kurang menimbulkan fitnah- saja wajib untuk ditutup maka
bagaimana lagi dengan wajah yang merupakan pusat dan puncak kecantikan
seorang wanita ??!!.
Ketiga : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لا تباشر المرأة المرأة، فتنعتها لزوجها كأنه ينظر إليها
"Janganlah
seorang wanita menemui seorang wanita yang lain lalu setelah itu
menyebutkan sifat-sifat wanita tersebut kepada suaminya, sehingga
seakan-akan sang suami melihat wanita tersebut" (HR Al-Bukhari)
Sabda
Nabi "Seakan-akan sang suami melihat wanita tersebut" merupakan dalil
bahwasanya para wanita dahulu menutup wajah-wajah mereka. Jika
wajah-wajah mereka terbuka wajahnya maka para lelaki tidak butuh untuk
dibantu oleh seorang wanita untuk menceritakan sifat kecantikan para
wanita karena para lelaki bisa melihat langsung.
Keempat
: Hadits-hadits yang banyak yang menunjukkan disyari'atkanya seorang
lelaki untuk nadzor (melihat wanita) yang hendak dilamarnya atau
dinikahinya. Diantara hadits tersebut adalah : Dari Al-Mughiroh bin
Syu'bah ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم فذكرت له امرأة
أخطبها. قال: "اذهب فَانْظُرْ إِلَيْهَا؛ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ
يُؤْدِمَ بَيْنَكُمَا". قال: فأتيت امرأة من الأنصار فخطبتها إلى أبويها
وأخبرتهما بقول النبي صلى الله عليه وسلم. فكأنهما كرها ذلك. قال: فسمعتْ
ذلك المرأة وهي في خدرها فقالت: إن كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرك
أن تنظر فانظر، وإلا فأنشدك. كأنها أعظمت ذلك. قال: فنظرت إليها، فتزوجتها
"Aku
mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu aku menyebutkan
tentang seorang wanita yang aku lamar. Maka Nabi berkata, اذهب فَانْظُرْ
إِلَيْهَا؛ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ يُؤْدِمَ بَيْنَكُمَا "Pergilah dan
lihatlah wanita tersebut, sesungguhnya hal itu lebih melanggengkan
antara kalian berdua".
Maka akupun menemui wanita dari kaum
Anshor tersebut lalu aku melamarnya melalui kedua orang tuanya dan aku
kabarkan kepada kedua orang tuanya tentang perkataan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, maka seakan-akan keduanya tidak suka akan hal itu.
Lalu sang wanita mendengar percakapan kami –sementara ia di dalam
pingitannya dalam rumah- lalu sang wanita berkata, "Kalau Rasulullah
memerintahkan engkau untuk melihat maka lihatlah !, jika tidak maka aku
memintamu untuk melihatku". Seakan-akan sang wanita mengagungkan
perkataan Nabi. Lalu akupun melihatnya dan menikahinya"
Hadits
ini merupakan dalil bahwasanya para wanita mereka berhijab dan menutup
wajah-wajah mereka, karenanya seorang lelaki tidak mampu untuk melihat
wajah mereka kecuali jika ingin melamar. Kalau para wanita telah terbuka
wajah-wajah mereka maka tidak perlu seorang lelaki meminta izin kedua
orang tuanya untuk melihat !!
Inilah dalil-dalil yang
menunjukkan disyari'atkannya bercadar untuk menutup wajah wanita, bahkan
sebagian dalil di atas menunjukkan akan wajibnya hal ini. Akan tetapi
pembahasan kita kali ini bukan dalam rangka menguatkan pendapat yang
mewajibkan, akan tetapi dalam rangka menjelaskan akan disyari'atkannya
bercadar. Toh sebagian ulama hanya memandang disyari'atkannya namun
tidak wajib. Diantara mereka adalah Syaikh Al-Albani (meskipun
istri-istri beliau bercadar) akan tetapi beliau tidak memandang wajibnya
cadar, sebagaimana beliau telah memaparkan dalil-dalil beliau dalam
kitab beliau "Jilbaab al-Mar'ah Al-Muslimah" dan juga kitab "Ar-Rod
Al-Mufhim".
CADAR WAJIB MENURUT MADZHAB SYAFI'I
Yang anehnya ternyata pendapat yang menjadi patokan dalam madzhab
Syafi'iyah adalah wajibnya menutup wajah, bukan hanya disunnahkan !!.
Akan tetapi pendapat ini serasa asing dan aneh di tanah air kita yang
notabene sebagian besar kita menganut madzhab syafi'i.
Sebelumnya
penulis tidak menemukan perkataan Imam Syafi'i yang tegas dalam
mewajibkan cadar, yang penulis dapatkan dalam kitab Al-Umm adalah
hanyalah isyarat yang tidak tegas.
Imam Syafi'i berkata :
وَتُفَارِقُ
الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فَيَكُونُ إحْرَامُهَا في وَجْهِهَا وَإِحْرَامُ
الرَّجُلِ في رَأْسِهِ فَيَكُون لِلرَّجُلِ تَغْطِيَةُ وَجْهِهِ كُلِّهِ من
غَيْرِ ضَرُورَةٍ وَلَا يَكُونُ ذلك لِلْمَرْأَةِ وَيَكُونُ لِلْمَرْأَةِ
إذَا كانت بَارِزَةً تُرِيدُ السِّتْرَ من الناس أَنْ ترخى جِلْبَابَهَا أو
بَعْضَ خِمَارِهَا أو غير ذلك من ثِيَابِهَا من فَوْقِ رَأْسِهَا
وَتُجَافِيهِ عن وَجْهِهَا حتى تُغَطِّيَ وَجْهَهَا مُتَجَافِيًا
كَالسَّتْرِ على وَجْهِهَا وَلَا يَكُونُ لها أَنْ تَنْتَقِبَ
"Dan
wanita berbeda dengan lelaki (dalam pakaian ihram-pen), maka wanita
ihromnya di wajahnya adapun lelaki ihromnya di kepalanya. Maka lelaki
boleh untuk menutup seluruh wajahnya tanpa harus dalam kondisi darurat,
hal ini tidak boleh bagi wanita. Dan wanita jika ia nampak (diantara para lelaki ajnabi-pen) dan ia ingin untuk sitr (tertutup/berhijab) dari manusia
maka boleh baginya untuk menguraikan/menjulurkan jilbabnya atau
sebagian kerudungnya atau yang selainnya dari pakaiannya, untuk
dijulurkan dari atas kepalanya dan ia merenggangkannya dari wajahnya
sehingga ia bisa menutup wajahnya akan tetapi tetap renggang kain dari
wajahnya, sehingga hal ini seperti penutup bagi wajahnya, dan tidak
boleh baginya untuk menggunakan niqoob" (Al-Umm 2/148-149)
Beliau juga berkata :
وَلِلْمَرْأَةِ
أَنْ تجافى الثَّوْبَ عن وَجْهِهَا تَسْتَتِرُ بِهِ وتجافى الْخِمَارَ
ثُمَّ تَسْدُلَهُ على وَجْهِهَا لَا يَمَسُّ وَجْهَهَا
"Boleh bagi
wanita (yang sedang ihrom-pen) untuk merenggangkan pakaiannya dari
wajahnya, sehingga ia bersitr (menutup diri) dengan pakaian tersebut,
dan ia merenggangkan khimarnya/jilbabnya lalu menjulurkannya di atas
wajahnya dan tidak menyentuh wajahnya"(Al-Umm 2/203)
Beliau juga berkata :
وَأُحِبُّ
لِلْمَشْهُورَةِ بِالْجَمَالِ أَنْ تَطُوفَ وَتَسْعَى لَيْلًا وَإِنْ
طَافَتْ بِالنَّهَارِ سَدَلَتْ ثَوْبَهَا على وَجْهِهَا أو طَافَتْ في
سِتْرٍ
"Dan aku suka bagi wanita yang dikenal cantik untuk thowaf
dan sa'i di malam hari. Jika ia thowaf di siang hari maka hendaknya ia
menjulurkan bajunya menutupi wajahnya, atau ia thowaf dalam keadaan
tertutup" (Al-Umm 2/212)
Seorang wanita disyari'atkan untuk
menggunakan niqob (cadar), hanya saja tatkala ia sedang dalam kondisi
ihrom maka rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang wanita
untuk menggunakan niqoob, yaitu cadar.
Akan tetapi Al-Imam
Asy-Syafi'i –dalam pernyataannya ini- menjelaskan jika seorang wanita
baarizah (nampak di kalangan manusia), lalu ia ingin sitr (menutupi
dirinya/berhijab) dari manusia (para lelaki asing) yaitu jika ia ingin
menutup wajahnya maka caranya dengan menjulurkan kain dari atas
kepalanya sehingga menutupi wajahnya, akan tetapi tidak melekat dan
menempel di wajahnya sebagaimana halnya cadar yang diikat sehingga
menutup wajahnya. Dan juluran kain tersebut menurut Imam Syafi'i
kedudukannya seperti penutup bagi wajahnya.
Sangat
jelas bahwa menutup wajah tetap disyari'atkan meskipun dalam kondisi
ihrom. Hanya saja memang dalam pernyataan Al-Imam Asy-Syafi'i ini
tidaklah tegas menunjukkan bahwa menutup wajah bagi wanita hukumnya
wajib.
Pernyataan-pernyataan wajibnya bercadar kita dapatkan
secara tegas dari perkataan mayoritas para ulama syafi'iyah. Dan para
ulama syafi'iyah membedakan antara aurot wanita tatkala sholat dan
tatkala di hadapan lelaki asing. Dalam sholat wajah dan telapak tangan
dibuka, adapaun diluar sholat di hadapan lelaki asing maka wajah adalah
aurot dan harus ditutup.
Berikut nukilan pernyataan
mereka, yang akan penulis klasifikasikan menjadi dua, (1) para fuqoha'
syafi'iyah dan (2) pafa mufassir syafi'iyah
PERTAMA : PARA FUQOHA SYAFI'IYAH :
Diantara mereka :
(1) Imamul Haromain al-Juwaini, beliau berkata :
مع اتفاق المسلمين على منع النساء من التبرج والسفور وترك التنقب
"…disertai
kesepakatan kaum muslimin untuk melarang para wanita dari melakukan
tabarruj dan membuka wajah mereka dan meninggalkan cadar…"(Nihaayatul
Mathlab fi Dirooyatil Madzhab 12/31)
(2) Al-Gozali rahimahullah, beliau berkata :
فإذا
خرجت , فينبغي أن تغض بصرها عن الرجال , ولسنا نقول : إن وجه الرجل في
حقها عورة , كوجه المرأة في حقه, بل هو كوجه الصبي الأمرد في حق الرجل ,
فيحرم النظر عند خوف الفتنة فقط , فإن لم تكن فتنة فلا , إذ لم يزل الرجال
على ممر الزمان مكشوفي الوجوه , والنساء يخرجن منتقبات , ولو كان وجوه
الرجال عورة في حق النساء لأمروا بالتنقب أو منعن من الخروج إلا لضرورة
"Jika
seorang wanita keluar maka hendaknya ia menundukkan pandangannya dari
memandang para lelaki. Kami tidak mengatakan bahwa wajah lelaki adalah
aurot bagi wanita –sebagaimana wajah wanita yang merupakan aurot bagi lelaki-
akan tetapi ia sebagaimana wajah pemuda amrod (yang tidak berjanggut
dan tanpan) bagi para lelaki, maka diharamkan untuk memandang jika
dikhawatirkan fitnah, dan jika tidak dikhawatirkan fitnah maka tidak
diharamkan. Karena para lelaki senantiasa terbuka wajah-wajah mereka
sejak zaman-zaman lalu, dan para wanita senantiasa keluar dengan
bercadar. Kalau seandainya wajah para lelaki adalah aurot bagi wanita maka tentunya para lelaki akan diperintahkan untuk bercadar atau dilarang untuk keluar kecuali karena darurat" (Ihyaa Uluum Ad-Diin 2/47)
Sangat
jelas dalam pernyataan Al-Gozali diatas akan wajibnya bercadar, karena
jelas beliau menyatakan bahwa wajah wanita adalah aurot yang tidak boleh
dipandang oleh lelaki asing, karenanya para wanita bercadar. Jika wajah
para lelaki adalah aurot yang tidak boleh dipandang oleh para wanita
secara mutlak maka para lelaki tentu akan diperintahkan bercadar.
(3) Al-Imam An-Nawawi rahimahullah, beliau berkata
ويحرم نظر فحل بالغ إلى عورة حرة كبيرة أجنبية وكذا وجهها وكفيها عند خوف فتنة وكذا عند الأمن على الصحيح
"Dan
diharamkan seorang lelaki dewasa memandang aurot wanita dewasa asing,
demikian juga haram memandang wajahnya dan kedua tangannya tatkala
dikhawatirkan fitnah, dan demikian juga haram tatkala aman dari fitnah
menurut pendapat yang benar" (Minhaaj At-Tholibin hal 95)
Ar-Romly tatkala menjelaskan perkataan An-Nawawi di atas, beliau berkata :
(على
الصحيح) ووجَّهه الإمام باتفاق المسلمين على منع النساء أن يخرجن سافرات
الوجوه وبأن النظر مظنة الفتنة ومحرك للشهوة فاللائق بمحاسن الشريعة سد
الباب والإعراض عن تفاصيل الأحوال كالخلوة بالأجنبية وبه اندفع القول بأنه
غير عورة فكيف حرم نظره لأنه مع كونه غير عورة نظره مظنة للفتنة أو الشهوة
ففطم الناس عنه احتياطا
"(menurut pendapat yang benar), dan
Al-Imam (Imamul Haromain al-Juwaini) berdalil untuk pendapat ini dengan
"kesepakatannya kaum muslimin untuk melarang para wanita keluar dalam
kondisi terbuka wajah-wajah mereka, dan juga karena melihat (wajah-wajah
mereka) sebab timbulnya fitnah dan menggerakan syahwat. Maka yang
pantas dan sesuai dengan keindahan syari'at adalah menutup pintu dan
berpaling dari perincian kondisi-kondisi seperti berkholwat
(berdua-duaan) dengan wanita ajnabiah (wanita yg bukan mahram -pen)". Dengan demikian tertolaklah pendapat bahwa wajah bukanlah aurot,
lantas bagaimana diharamkan memandangnya?, karena meskipun wajah bukan
aurot maka memandangnya sebab menimbulkan fintah atau syahwat, maka
orang-orang dilarang untuk melihat wajah sebagai bentuk kehati-hatian"
(Nihaayatul Muhtaaj 6/187)
(4) As-Suyuthy rahimahullah, beliau berkata :
المرأة
في العورة لها أحوال حالة مع الزوج ولا عورة بينهما وفي الفرج وجه وحالة
مع الأجانب وعورتها كل البدن حتى الوجه والكفين في الأصح وحالة مع المحارم
والنساء وعورتها ما بين السرة والركبة وحالة في الصلاة وعورتها كل البدن
إلا الوجه والكفين
"Wanita dalam perihal aurot memiliki beberapa
kondisi, (1) kondisi bersama suaminya, maka tidak ada aurot diantara
keduanya, dan ada pendapat bahwa kemaluan adalah aurot (2) kondisi
wanita bersama lelaki asing, maka aurotnya adalah seluruh badannya
bahkan wajah dan kedua telapak tangan menurut pendapat yang lebih benar,
(3) Kondisi bersama para mahromnya dan para wanita lain, maka aurotnya
antara pusar dan lutut, (4) dan aurotnya tatkala sholat adalah seluruh
badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan" (Al-Asybaah wan Nadzooir
hal 240)
(5) As-Subki rahimahullah, beliau berkata :
الأقرب إلى صنع الأصحاب: أن وجهها وكفيها عورة في النظر لا في الصلاة
"Yang
lebih dekat kepada sikap para ulama syafi'iyah bahwasanya wajah wanita
dan kedua telapak tangannya adalah aurot dalam hal dipandang bukan dalam
sholat" (Sebagaimana dinukil oleh Asy-Syarbini dalam Mughni Al-Muhtaaj
Ilaa Ma'rafat Alfaazh al-Minhaaj 3/129)
(6) Ibnu Qoosim (wafat 918 H) rahimahullah, beliau berkata:
(وجميع بدن) المرأة (الحُرَّة عورة إلا وجهها وكفيها). وهذه عورتها في الصلاة؛ أما خارجَ الصلاة فعورتها جميع بدنها
"Dan
seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurot kecuali wajahnya dan kedua
telapak tangannya. Dan ini adalah aurotnya dalam sholat, adapun di luar
sholat maka aurotnya adalah seluruh tubuhnya" (Fathul Qoriib Al-Mujiib
fi Syar Alfaadz at-Taqriib hal 84)
(7) Asy-Syarbini rahimahullah, beliau berkata :
ويكره
أن يصلي في ثوب فيه صورة , وأن يصلي في الرجل متلثماً والمرأة منتقبة إلا
أن تكون في مكان وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر إليها , فلا يجوز لها رفع
النقاب
"Dan dimakaruhkan seorang lelaki sholat dengan baju yang
ada gambarnya, demikian juga makruh sholat dengan menutupi wajahnya. Dan
dimakruhkan seorang wanita sholat dengan memakai cadar kecuali jika ia
sholat di suatu tempat dan ada para lelaki ajnabi (bukan mahramnya-pen)
yang tidak menjaga pandangan mereka untuk melihatnya maka tidak boleh baginya untuk membuka cadarnya" (Al-Iqnaa' 1/124)
(8) Abu Bakr Ad-Dimyaathy rahimahullah, beliau berkata:
واعلم
أن للحرة أربع عورات فعند الأجانب جميع البدن وعند المحارم والخلوة ما
بين السرة والركبة وعند النساء الكافرات ما لا يبدو عند المهنة وفي الصلاة
جميع بدنها ما عدا وجهها وكفيها
"Ketahuliah bahwasanya bagi wanita merdeka ada 4 aurot, (1) tatkala bersama para lelaki asing maka aurotnya seluruh badannya,
(2) tatkala bersama mahrom dan tatkala kholwat (sedang bersendirian)
maka aurotnya adalah antara pusar dan lutut, (3) tatkala bersama para
wanita kafir aurotnya adalah apa yang biasa nampak tatkala bekerja, (4)
tatkala dalam sholat aurotnya adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan
kedua telapak tangannya' (Hasyiah Iaanat Thoolibin 1/113)
Beliau juga berkata ;
ويكره
أن يصلي في ثوب فيه صورة أو نقش لأنه ربما شغله عن صلاته وأن يصلي الرجل
متلثما والمرأة منتقبة إلا أن تكون بحضرة أجنبي لا يحترز عن نظره لها فلا
يجوز لها رفع النقاب
"Dan dibenci sholat di baju yang ada
gambarnya atau bordirannya karena bisa jadi menyibukannya dari
sholatnya, dan dimakruhkan seorang lelaki sholat dengan menutup
wajahnya, juga dimakaruhkan wanita sholat dengan bercadar, kecuali jika
dihadapan seorang lelaki ajnabi yang tidak menjaga pandangannya dari
melihatnya maka tidak boleh baginya membuka cadarnya" (Haasyiah I'aanat Thoolibiin 1/114)
(9) Asy-Syarwaani rahimahullah berkata:
قال
الزيادي في شرح المحرر بعد كلام: وعرف بهذا التقرير أن لها ثلاث عورات
عورة في الصلاة وهو ما تقدم، وعورة بالنسبة لنظر الاجانب إليها جميع بدنها
حتى الوجه والكفين على المعتمد، وعورة في الخلوة وعند المحارم كعورة الرجل
اه. ويزد رابعة هي عورة المسلمة بالنسبة لنظر الكافرة غير سيدتها ومحرمها
وهي ما لا يبدو عند المهنة
"Az-Zayyaadi berkata dalam syarh
Al-Muharror… "Dan diketahui berdasarkan penjelasan ini bahwasanya
seorang wanita merdeka memiliki 3 kondisi aurot (1) Aurot dalam sholat,
yaitu sebagaimana telah lalu (seluruh badan kecuali wajah dan kedua
telapak tangan-pen), (2) Aurot jika ditinjau dari pandangan para lelaki
asing kepadanya maka aurotnya adalah seluruh tubuhnya bahkan wajah dan kedua tagannya menurut pendapat yang jadi patokan, (3) Aurotnya tatkala sedang bersendirian atau bersama mahram maka seperti aurtonya lelaki (antara pusar dan lutut-pen)"
Ditambah
yang ke (4) Aurotnya ditinjau dari pandangan wanita kafir kepadanya
jika wanita tersebut bukan tuannya dan juga bukan mahramnya, maka
aurotnya adalah yang biasa nampak tatkala kerja" (Haasyiat Asy-Syarwaani
'alaa Tuhfatil Muhtaaj 2/112)
(10) An-Nawawi Al-Bantani Al-Jaawi (wafat 1316 H) rahimahullah, beliau berkata :
"Dan
aurot wanita merdeka dan budak dihadapan para lelaki asing yaitu jika
mereka memandang kepada mereka berdua adalah seluruh tubuh bahkan
termasuk wajah dan kedua telapak tangan, bahkan meskipun tatkala aman
dari fitnah. Maka haram bagi mereka untuk melihat sesuatupun dari tubuh
mereka berdua meskipun kuku yang terlepas dari keduanya" (Kaasyifat
As-Sajaa 'alaa Safinatin Najaa hal 63-64)
(11) Ibnu Umar Al-Jaawi (wafat 1316 H) rahimahullah, beliau berkata
والحرة
لها أربع عورات : ...رابعتها جميع بدنها حتى قلامة ظفرها وهي عورتها عند
الرجال الأجانب فيحرم على الرجل الأجنبي النظر إلى شيء من ذلك ويجب على
المرأة ستر ذلك عنه
"Dan wanita merdeka memiliki 4 kondisi tentang
aurat…kondisi yang keempat adalah seluruh tubuh sang wanita bahkan
kukunya , dan ini adalah aurotnya tatkala ia di hadapan para lelaki yang
asing, maka haram bagi seorang lelaki ajnabi (asing) untuk melihat
sebagian dari hal itu, dan wajib bagi sang wanita untuk menutup hal itu dari sang lelaki" (Nihaayat az-Zain Fi Irsyaadil Mubtadiin, hal 47)
KEDUA : PARA MUFASIIR SYAFI'IYAH
Berikut ini akan penulis sampaikan perkataan para ahli tafsir yang
bermadzhab syafi'iyah tatkala mereka menafsirkan ayat tentang wajibnya
berjilbab, yaitu firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ
مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٥٩)
"Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang" (QS Al-Ahzaab : 59)
(1) Abul Mudzoffar As-Sam'aani (wafat 489 H) rahimahullah, beliau berkata :
قال عبيدة السلماني : تتغطى المرأة بجلبابها فتستر رأسها ووجهها وجميع بدنها إلا إحدى عينيها
"Berkata
'Abiidah As-Salmaaniy : Wanita menutup diri dengan jilbabnya, maka ia
menutup kepalanya, wajahnya, dan seluruh tubuhnya kecuali salah satu
matanya" (Tafsiirul Qur'aan 4/307)
(2) Ilkyaa Al-Harroosy (wafat 504 H)rahimahullah, beliau berkata
الجلباب: الرداء، فأمرهن بتغطية وجوهن ورؤوسهن، ولم يوجب على الإماء ذلك
"Jilbab
adalah selendang kain, maka Allah memerintahkan para wanita untuk
menutup wajah-wajah mereka, dan hak ini tidak wajib bagi para budak
wanita" (Ahkaamul Qur'aan 4/354)
(3) Al-Baghowi (wafat 516 H) rahimahullah, beliau berkata :
وَقَالَ
ابْنُ عَبَّاسٍ وَأَبُو عُبَيْدَةَ: أَمَرَ نِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ أن
يغطين رؤوسهن ووجوهن بِالْجَلَابِيبِ إِلَّا عَيْنًا وَاحِدَةً لِيُعْلَمَ
أَنَّهُنَّ حَرَائِرُ
"Ibnu Abbaas dan Abu Ubaidah berkata : Allah
memerintahkan para wanita kaum muslimin untuk menutup kepala mereka dan
wajah mereka dengan jilbab kecuali satu mata, agar diketahui bahwasanya
mereka adalah para wanita merdeka (bukan budak)" (Tafsir Al-Baghowi
6/376)
(4) Ar-Roozi (wafat 606 H) rahimahullah, beliau berkata :
وقوله
ذالِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ قيل يعرفن أنهن حرائر فلا
يتبعن ويمكن أن يقال المراد يعرفن أنهن لا يزنين لأن من تستر وجهها مع أنه
ليس بعورة لا يطمع فيها أنها تكشف عورتها فيعرفن أنهن مستورات لا يمكن طلب
الزنا منهن
"Dan firman Allah ((Yang demikian itu agar mereka
dikenal dan tidak diganggu)), dikatakan maknanya adalah mereka dikenal
bahwa mereka adalah para wanita merdeka, maka mereka tidak diikuti. Dan
mungkin untuk dikatakan bahwasanya mereka tidak berzina. Karena wanita yang menutup wajahnya –padahal wajah bukan aurot-
maka tidak bisa diharapkan untuk membuka aurotnya, maka dikenalah
mereka bahwa mereka adalah para wanita yang tertutup dan tidak mungkin
meminta berzina dari mereka"(Mafaatiihul Ghoib 25/198-199)
(5) Al-Baidhoowi (wafat 691 H)rahimahullah, beliau berkata :
يغطين وجوههن وأبدانهن بملاحفهن إذا برزن لحاجة
"Mereka
para wanita menutup wajah-wajah mereka dan tubuh mereka dengan
kain-kain mereka jika mereka keluar karena ada keperluan" (Tafsiir
Al-Baidhoowi 1/386)
(6) Tafsir Jalaalain
جمع جلباب وهي الملاءة التي تشتمل بها المرأة أي يرخين بعضها على الوجوه إذا خرجن لحاجتهن إلا عينا واحدة
"Jalaabiib
adalah kata jamak/prular dari jilbab, yaitu pakaian yang dipakai oleh
wanita. Yaitu mereka menjulurkan sebagian jilbab ke wajah-wajah mereka
jika mereka keluar untuk keperluan mereka, kecuali (dibuka) satu
matanya" (Tafsir Jalaalain hal 559)
PERINGATAN
Ada beberapa peringatan yang perlu diketahui:
Pertama :
Jika wajah wanita bukan aurot (sebagaimana pendapat sebagian ulama
syafi'iyah) maka tetap hanya boleh dipandang kalau ada haajah/keperluan
syar'i.
Sebagian ulama madzhab syafi'iyah memandang bahwa wajah
bukanlah aurot karena beralasan bahwasanya wajah diperlukan untuk
dilihat dalam kondisi-kondisi tertentu. Akan tetapi para ulama tersebut
tidaklah bermaksud bahwasanya wajah wanita boleh dilihat secara mutlak,
akan tetapi mereka menyatakan bahwa wajah wanita hanya boleh dilihat
tatkala ada haajah (kebutuhan), seperti tatkala sang wanita menjadi
saksi, atau tatkala terjadi akad jual beli, atau dilihat dalam rangka
untuk mengobati, dll (lihat penjelasan Al-Maawardi rahimahullah tentang
sebab-sebab yang membolehkan memandang wajah wanita, di Al-Haawi
Al-Kabiir 9/35-36). Adapun hanya sekedar memandang wajah wanita tanpa
sebab/keperluan yang syar'i maka tidak diperbolehkan.
(1) Asy-Syiroozi rahimahullah berkata :
وأما
من غير حاجة فلا يجوز للأجنبي أن ينظر إلى الأجنبية ولا للأجنبية أن تنظر
إلى الأجنبي لقوله تعالى { قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم }
"Adapun
jika tidak ada hajah (keperluan) maka tidak boleh seorang lelaki ajnabi
melihat kepada seorang wanita ajnabiah dan tidak pula boleh wanita
ajnabiah memandang lelaki ajnabi karena firman Allah ((Katakanlah kepada
para lelaki mukmin untuk menundukkan sebagian pandangan mereka dan
menjaga kemaluan mereka.))…"(Al-Muhadzdzab 2/34)
(2) Al-Baihaqi (wafat 458 H) berkata :
بَابُ تَحْرِيمِ النَّظَرِ إِلَى الْأَجْنَبِيَّاتِ مِنْ غَيْرِ سَبَبٍ مُبِيحٍ
"Bab haramnya memandang para wanita ajnabiyat tanpa ada sebab yang membolehkan" (As-Sunan Al-Kubro 7/143)
Beliau juga berkata :
وأما النظر بغير سبب مبيح لغير محرم فالمنع منه ثابت بآية الحجاب
"Adapun
memandang kepada selain mahram tanpa sebab yang membolehkan, maka
pelarangannya telah tetap dengan ayat al-Qur'an tentang wajibnya
berhijab" (Ma'rifat As-Sunan wa Al-Aatsaar 10/23)
(3) Abu Syujaa' Al-Ashfahaani (wafat 593 H) rahimahullah berkata :
وَنَظَرُ الرجلَ إلىَ المرْأة عَلى سَبْعَة أضْربٍ: أحَدُهَا: نَظَرهُ إلى أجَنَبيَّة لغَيْرِ حَاجَة، فَغَيْرُ جَائِز
"Dan
pandangan seorang lelaki kepada wanita ada 7 model, yang pertama :
Pandangannya kepada soerang wanita ajnabiyah tanpa ada keperluan, maka
hal ini tidak diperbolehkan" (Matan Abi Syujaa' hal 158)
(4) Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H) rahimahullah berkata :
ويحرم نظر فحل بالغ ومراهق إلى عورة كبيرة أجنبية ووجهها وكفيها لغير حاجة
"Dan
diharamkan bagi seorang lelaki dewasa dan juga remaja untuk memandang
aurot wanita dewasa ajnabiyah dan wajahnya serta kedua telapak tangannya
jika tanpa ada keperluan" (At-Tadzkiroh hal 120)
Kedua :
Para ulama syafi'iyah sepakat jika memandang wajah wanita jika khawatir
terfitnah atau memandang dengan syahwat dan berledzat-ledzat maka
haram hukumnya. Bahkan sebagian ulama syafi'iyah menukil adanya ijmak
(konsensus) para ulama dalam permasalahan ini. Diantara para ulama
tersebut :
(1) Imamul Haromain al-Juwaini (wafat 478 H) , beliau berkata :
والنظر إلى الوجه والكفين يحرم عند خوف الفتنة إجماعاً
"Dan
melihat kepada wajah dan kedua telapak tangan haram tatkala
dikhawatirkan fitnah, berdasarkan ijmak (konsensus) ulama" (Nihaayatul
Mathlab fi Diooyatil madzhab 12/31)
(2) Ibnu Hajr Al-Haitami rahimahulloh berkata
وكذا
وجهها أو بعضه ولو بعض عينها وكفها أي كل كف منها وهو من رأس الأصابع إلى
المعصم عند خوف فتنة إجماعا من داعية نحو مس لها أو خلوة بها وكذا عند
النظر بشهوة بأن يلتذ به وإن أمن الفتنة قطعا
"Demikian pula
diharamkan melihat wajah sang wanita atau sebagian wajahnya bahkan
meskipun sebagian matanya, dan juga telapak tangannya, yaitu seluruh
telapak tangannya dari ujung jari-jari hingga pergelangan tangan,
tatkala dikhawatirkan fitnah -berdasarkan ijmak ulama-, yaitu fitnah
yang mendorong untuk menyentuh sang wanita atau berdua-duannya
dengannya. Demikian pula memandangnya dengan syahwat tentu diharamkan
meskipun aman dari fitnah" (Nihaayatul Muhtaaj 6/187)
(3) Al-Bujairimy rahimahullah, beliau berkata ;
وَأَمَّا
نَظَرُهُ إلَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ فَحَرَامٌ عِنْدَ خَوْفِ فِتْنَةٍ
تَدْعُو إلَى الِاخْتِلَاءِ بِهَا لِجِمَاعٍ أَوْ مُقَدِّمَاتِهِ
بِالْإِجْمَاعِ كَمَا قَالَهُ الْإِمَامُ ، وَلَوْ نَظَرَ إلَيْهِمَا
بِشَهْوَةٍ وَهِيَ قَصْدُ التَّلَذُّذِ بِالنَّظَرِ الْمُجَرَّدِ وَأَمِنَ
الْفِتْنَةَ حَرُمَ قَطْعًا
"Adapun memandang kepada wajah dan
kedua telapak tangan maka hukumnya haram tatkala dikhawatirkan fitnah
yang mendorong untuk berkhalwat dengan sang wanita untuk berjimak atau
pengantar jimak –berdasarkan ijmak ulama-, sebagaimana yang dikatakan
oleh Imaamul Haromain al-Juwaini. Kalau melihat kepada sang wanita
dengan syahwat atau dengan tujuan berledzat-ledzat dengan sekedar
memandang dan aman dari fitnah maka hukumnya jelas haram" (Hasyiyah
al-Bujairimy 'ala al-Khothiib 10/63)
Ketiga :
Memakai cadar merupakan perkara yang telah dikenal sejak zaman Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam hingga saat ini. Karenanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang pakaian wanita yang
hendak ihrom :
وَلاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ
"Wanita yang ihrom tidak boleh memakai cadar" (HR Al-Bukhari no 1837)
Hadits
ini menunjukkan bahwa memakai cadar merupakan kebiasaan para wanita di
zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, karenanya Nabi mengingatkan
agar mereka tidak memakai cadar tatkala sedang ihram.
Tradisi kaum muslimat memakai cadar juga telah ditegaskan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar al-'Asqolaani rahimahullah. Beliau berkata :
استمرار
العمل على جواز خروج النساء إلى المساجد والاسواق والاسفار منتقبات لئلا
يراهن الرجال ولم يؤمر الرجال قط بالانتقاب ... إذ لم تزل الرجال على ممر
الزمان مكشوفي الوجوه والنساء يخرجن منتقبات
"Berkesinambungannya
praktek akan bolehnya para wanita keluar ke mesjid-mesjid dan
pasar-pasar serta bersafar dalam kondisi bercadar agar mereka tidak
dilihat oleh para lelaki. Dan para lelaki sama sekali tidak
diperintahkan untuk bercadar…dan seiring berjalannya zaman para lelaki
senantiasa membuka wajah mereka dan para wanita keluar dengan
bercadar.." (Fathul Baari 9/337)
Ibnu Hajar juga berkata :
ولم تزل عادة النساء قديما وحديثا يسترن وجوههن عن الاجانب
"Dan
senantiasa tradisi para wanita sejak zaman dahulu hingga sekarang
bahwasanya mereka menutup wajah-wajah mereka dari para lelaki asing"
(Fathul Baari 9/324)
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 09-07-1434 H / 19 Mei 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
Sumber: www.firanda.com
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mutiara Salaf
"Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa-apa yang menjadikan baik generasi awalnya"
-Imam Malik-
-Imam Malik-
Info Kajian
Pada Hari Ahad
Jam 8.30 pagi.
pekan ke-2 dan ke-4 setiap bulan
Kajian Umum Kitab : "Shahih Fiqih Sunnah"
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim
di Masjid Ma'had IMAM SYAFI'I BLORA
Bersama Al Ust. Abu Mundzir Al-Ghifary hafidzahullah
Info:
Bp. Lasmito (085325307818)
Bp. Jauhari (085384960382)
Pada Hari Ahad
Jam 9.00 pagi.
pekan ke-1 setiap bulan
Kajian Umum Kitab : "al-Firqotun Najiyah"
karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
di Masjid Ma'had IMAM SYAFI'I BLORA
Bersama Al Ust. Misbah hafidzahullah
Info:
Bp. Lasmito (085325307818)
Bp. Ahmad Sholihin (081391834830)
Pada Hari Sabtu
Jam 18.15 (Ba'da Maghrib)
pekan ke-2 dan ke-4 setiap bulan
Kajian Umum Kitab : "Tafsir Juz 'Amma"
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
di Masjid Ma'had IMAM SYAFI'I BLORA
Bersama Al Ust. Zakariya Syaiful Fuad
Info:
Bp. Lasmito (085325307818)
Bp. Ahmad Sholihin (081391834830)
Pada Hari Jum'at, Sabtu, Ahad
Jam 18.15 (Ba'da Maghrib)
Kajian Umum Kitab : "Pelajaran Cara Cepat Menguasai Bahasa Arab"
“Kunci Sukses Belajar Nahwu & Shorof Untuk Pemula”yang disusun oleh Al Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali A.M.
di Masjid Ma'had IMAM SYAFI'I BLORA
Bersama Al Ust. Abu Kholid Iqbal Al Farisi
Info:
Bp. Lasmito (085325307818)
Bp. Zakariya (081226810066)
Jam 8.30 pagi.
pekan ke-2 dan ke-4 setiap bulan
Kajian Umum Kitab : "Shahih Fiqih Sunnah"
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim
di Masjid Ma'had IMAM SYAFI'I BLORA
Bersama Al Ust. Abu Mundzir Al-Ghifary hafidzahullah
Info:
Bp. Lasmito (085325307818)
Bp. Jauhari (085384960382)
Pada Hari Ahad
Jam 9.00 pagi.
pekan ke-1 setiap bulan
Kajian Umum Kitab : "al-Firqotun Najiyah"
karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
di Masjid Ma'had IMAM SYAFI'I BLORA
Bersama Al Ust. Misbah hafidzahullah
Info:
Bp. Lasmito (085325307818)
Bp. Ahmad Sholihin (081391834830)
Pada Hari Sabtu
Jam 18.15 (Ba'da Maghrib)
pekan ke-2 dan ke-4 setiap bulan
Kajian Umum Kitab : "Tafsir Juz 'Amma"
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
di Masjid Ma'had IMAM SYAFI'I BLORA
Bersama Al Ust. Zakariya Syaiful Fuad
Info:
Bp. Lasmito (085325307818)
Bp. Ahmad Sholihin (081391834830)
Pada Hari Jum'at, Sabtu, Ahad
Jam 18.15 (Ba'da Maghrib)
Kajian Umum Kitab : "Pelajaran Cara Cepat Menguasai Bahasa Arab"
“Kunci Sukses Belajar Nahwu & Shorof Untuk Pemula”yang disusun oleh Al Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali A.M.
di Masjid Ma'had IMAM SYAFI'I BLORA
Bersama Al Ust. Abu Kholid Iqbal Al Farisi
Info:
Bp. Lasmito (085325307818)
Bp. Zakariya (081226810066)
Video Tausiyah
Radio Sunnah
Banyak Dibaca
-
Semakin jauh sebuah generasi dengan zaman Rasulullah r , semakin buruk kondisi mereka. Contohnya, sebagian pemuda muslim berp...
-
Beliau adalah al-Hafizh Abu Hatim ar-Razi Muhammad ibn Idris ibn al-Mundzir ibn Dawud ibn Mihran al-Handhali. Beliau lahir pada tah...
-
Alhamdulilah , shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad r , keluarga beliau, para sahabat dan ...
-
MULIA DENGAN TA'ARUF DAN NAZHAR Ta'aruf adalah proses untuk saling mengenal antara dua insan berlainan jenis yang sudah beraz...
Situs Ulama
Video: Aku Akan Berubah
Jadwal Sholat
Arsip Blog
-
▼
2015
(36)
-
▼
Februari
(28)
- SYUBHAT-SYUBHAT PENGHALANG JILBAB
- Ibnu Katsir, Ahli Tafsir dari Negeri Syam
- KHUTBAH JUM'AT: Tawasul Kepada Allah
- Tabligh Akbar Bersama Syaikh Prof. DR. Abdurrozzaq...
- Alat Musik dalam Pandangan Ulama Syafi’i
- Info Kajian
- Ulama al-Syafi‘iyyah Menegaskan Allah di Atas ‘Arsy
- Boleh Isbal Asal Tidak Sombong?
- Siapa Bilang Salafi Pelit Bershalawat?
- Dzikir Pagi dan Petang
- Pengertian as-Sunnah Secara Bahasa (Etimologi) ...
- Abu Hatim ar-Razi (Peneliti Cacat Hadits)
- Do’a Sebelum dan Setelah Makan
- TERNYATA HATI MEREKA SAMA
- Diantara Dzikir-dzikir Pagi dan Sore
- ABU DAWUD AS-SIJISTANI
- Imam Ahmad Bin Hambal
- Imam Asy-Syafi’i
- PASRAH TERHADAP SYARIAT JILBAB
- DIWAJIBKANNYA SHALAT LIMA WAKTU
- Valentine’s Day Dalam Pandangan Islam (History & A...
- Memahami Takdir Ilahi
- AJARAN-AJARAN MADZHAB SYAFI'I YANG DITINGGALKAN OL...
- Perkara-Perkara Fithrah
- Air, An-Najaasaat
- SYIRIK, DEFINISI DAN JENISNYA
- Mengenal Tauhid
- Bismillahirrohmanirrohim...
-
▼
Februari
(28)
About Me
KALENDER
Diberdayakan oleh Blogger.